Wood
plastic composites (WPC) merupakan produk komposit yang
terbuat dari plastik (matriks termoplastik) yang dicampur dengan bahan berkayu.
Saat ini WPC banyak digunakan sebagai bahan luar ruangan untuk dek perumahan,
atap/langit-langit, jendela, mebel dan lain-lain akibat kelebihannya sebagai
solusi dari kelemahan bahan-bahan yang digunakan sebelumnya untuk kebutuhan tersebut.
WPC merupakan solusi kekurangan penggunaan bahan plastik dari segi kekurang-elastisitasan,
cost tinggi, dan sifat tidak ramah
lingkungan (tingginya kerusakan akibat ekstraksi minyak bumi dan bahan tidak
mudah terdegradasi), serta solusi kekurangan penggunaan bahan kayu dari segi
ketidaktahanan terhadap cuaca, radiasi matahari, dan sifat anisotropis. WPC
memadukan kelebihan masing-masing plastik dan kayu, dan menutupi
kelemahan-kelemahan masing-masing bahan sehingga diperoleh bahan yang cenderung
memiliki kekuatan mekanika tinggi, stabil dan tahan terhadap cuaca, tahan lama,
murah serta sifat dan bentuknya dapat diatur. Sifat dan bentuk yang dapat
diatur ini terjadi sebagai hasil dapat dimodifikasinya proses seperti
modifikasi persen plastik dan bahan berkayu di permukaan maupun bagian dalam
produk, dapat dibentuknya produk solid atau profil, dapat dilapisinya permukaan
produk dan dapat ditambahkannya bahan aditif tertentu untuk tujuan
tertentu.
Dalam memadukan kedua jenis bahan tersebut, terdapat
beberapa tantangan yang harus dihadapi, terutama pada kompatibilitas antar
kedua bahan karena sifat yang jauh berbeda (plastik bersifat hidrofobik,
sedangkan kayu bersifat hidrofilik). Selain itu, tantangan lainnya berupa
proses yang merubah aspek rasio bahan berkayu, suhu pelelehan plastik yang
melebihi suhu degradasi bahan berkayu, permasalahan perbedaan densitas antar
bahan yang mempengaruhi proses feeding
pada extruder dan limitasi proses. Demi
menjawab tantangan tersebut, compatibilizer
seperti maleic anhydride polypropylene (MAPP) biasa digunakan serta
penganalisisan proses beserta dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perlu
dilakukan. Proses produksi WPC yang terbaik dipilih berdasarkan analisis keefektifitasan,
keefisienan dan sifat akhir produk. Oleh karena itu, analisis yang
membandingkan keefektifitasan, keefisienan dan sifat akhir produk dari
proses-proses pembuatan WPC perlu dilakukan.
Di dalam produksi WPC, ada 3 macam proses yang biasa
digunakan yaitu compression, extrusion dan injection moulding. Compression
moulding merupakan proses pembuatan produk komposit dimana bahan-bahan yang
akan dikompositkan dimasukkan ke dalam cetakan terbuka, kemudian ditutup dan
diberi tekanan. Extrusion moulding
merupakan proses pembuatan produk komposit dengan cara menekan adonan bahan
yang telah tercampur rata ke cetakan di ujung silinder pencampur secara
kontinyu sehingga terbentuk dimensi komposit sesuai dengan dimensi cetakan dan
kemudian dipotong sesuai dengan ukuran panjang yang diinginkan (Prayitno, 2009).
Hampir sama dengan extrusion, injection moulding juga memiliki proses
yang sama, namun prosesnya tidak kontinyu namun per batch. Ketiga macam proses ini memiliki kelebihan dan kelemahan
masing-masing dari segi teknis dan ekonomi serta memiliki perbedaan prinsip
kinerja prosesnya.
Injection dan extrusion moulding pada prinsipnya
membutuhkan kelancaran aliran selulosa-perekat, sedangkan compression moulding tidak. Oleh karena itu, faktor-faktor yang
mempengaruhi kelancaran proses akan berbeda diantara ketiganya. Pada proses injection dan extrusion moulding, kandungan selulosa menjadi penting diperhatikan
karena dapat mempengaruhi viskositas dan mobilitas bahan yang akan
diekstrusi/diinjeksikan. Perubahan rasio kandungan selulosa/MAPP/PP sebesar 10%
yaitu 80/18/2 ke 70/28/2 mampu memberikan perubahan peningkatan melt flow index (MFI) yang signifikan.
Panjang serat dan dice diameter pellet juga mempengaruhi MFI, oleh
karena itu juga perlu dipertimbangkan.
Perbedaan
prinsip kinerja proses dan faktor-faktor yang melingkupi di antara 3 proses
mampu menghasilkan komposit dengan karakteristik dan sifat produk yang berbeda.
Kumari et al. (2007) menyebutkan berdasarkan
sifat mekanika dan ketahanannya terhadap air, proses injection dan extrusion
moulding merupakan proses yang paling baik digunakan dibanding proses compression moulding baik yang
menggunakan metode A (metode yang menggunakan kondisi pengempaan yang berbeda pada
berbagai panjang serat dan rasio plastik:serat kayu yang diteliti agar semua
kerapatan papan menyamai target kerapatan) maupun metode B (kondisi pengempaan
disamakan, walaupun kerapatannya akan berbeda ketika panjang serat dan rasio
plastik:serat kayu yang digunakan berbeda). Pada panjang serat yang sama dan
rasio plastik:bahan berkayu yang sama, injection
moulding memiliki kerapatan, modulus patah dan modulus elastistas yang
lebih tinggi signifikan serta penyerapan air (weight gain) dan pengembangan tebal (thickness gain) yang lebih rendah signifikan dibanding dengan compression moulding, namun cenderung
tidak signifikan pada extrusion moulding.
Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Rowell (2007) tentang WPC dari HDPE
(high density polyethylene) yang
menunjukkan bahwa kecepatan penyerapan kelembaban mencapai equilibrium pada
proses injection moulding berjalan
sangat lama dan belum mencapai equibrilium hingga selesainya pengujian (9
minggu), sedangkan proses extrusion
berjalan 9 minggu dan compression
moulding berjalan 5 minggu. Kecepatan penyerapan kelembaban mencapai
equilibrium tersebut dapat menjadi penanda ketahanan papan terhadap kelembaban.
Dari
segi sifat ketahanan terhadap kelembaban, Rowell (2007) menyebutkan penyebab injection moulding memiliki kecepatan
penyerapan kelembaban yang lebih rendah dari proses lain adalah permukaan papan
yang kaya akan termoplastik, melingkupi dan melindungi keseluruhan partikel
kayu dari kontak langsung dengan kelembaban. Dari segi sifat ketahanan terhadap
air dan sifat mekanika, injection moulding memiliki sifat yang lebih baik
karena berdasarkan hasil micrograph
morfologi dari permukaan papan setelah pengujian mekanika menunjukkan bahwa proses
injection moulding menyebabkan distribusi
partikel selulosa terjadi lebih merata, lebih banyak serat yang tertutupi resin
dan terjadi peningkatan ikatan permukaan (interfacial
adhesion) antara partikel selulosa dan MAPP/PP sehingga papan menjadi lebih
kuat dan kompak (Kumari et al., 2007).
Perlakuan
yang berbeda pada masing-masing proses juga akan menyebabkan perbedaan
karakteristik dan sifat produk WPC yang dihasilkan. Pada injection moulding, pengaruh adanya lubricant 2% dapat meningkatkan densitas, modulus patah dan modulus
elastisitas secara nyata, namun tidak nyata pada penyerapan air dan pengembangan
tebal, walaupun tidak dijelaskan tujuan utama penambahan lubricant dalam proses injection
moulding. Pada proses compression
moulding, penggunaan mesin penggiling pellet yang berbeda yaitu hammer mill dan cutter mill dapat membuat aspek rasio selulosa berbeda sehingga
sifat-sifat WPC yang dihasilkan menjadi berbeda. Hammer mill membuat aspek rasio menurun (partikel yang lebih halus)
sehingga fluiditas lelehan dan densitas WPC meningkat, sedangkan modulus patah
cenderung menurun pada peningkatan kadar resin 20% ke 30%. Cutter mill memiliki aspek rasio yang tinggi sehingga mudah
berorientasi pada kondisi fluiditas tinggi dan menyebabkan modulus
patah-modulus elastisitas tinggi. Pada proses compression moulding, juga dapat diketahui bahwa metode A dan B
seperti yang dijelaskan di paragraf di atas ikut mempengaruhi sifat WPC yang
dihasilkan. Metode B dengan cutter mill
(BC) ternyata menghasilkan WPC yang memiliki densitas yang lebih rendah dengan
rasio void antar selulosa yang lebih
banyak sehingga memiliki sifat modulus patah, modulus elastisitas, penyerapan
air dan pengembangan tebal yang lebih rendah dibanding metode A dan proses
pembuatan biokomposit lainnya pada berbagai panjang serat atau berbagai rasio
selulosa:plastik. Pada proses extrusion
moulding, perbedaan orientasi serat yaitu lengthwise dan widthwise
dapat mempengaruhi sifat WPC terutama modulus patah dan modulus elastisitas
dimana lengthwise memiliki nilai yang
lebih tinggi dibanding widthwise.
Dari
penjelasan di atas, berdasarkan sifat-sifat produk yang dihasilkan, proses
terbaik yang seharusnya dipilih untuk memproduksi WPC adalah injection moulding. Namun sebaiknya
pemilihan proses juga perlu pertimbangan analisis keefektifan dan keefisiensian
energi dan biaya yang harus dikeluarkan. Oleh karena itu, analisis life cycle assessment dari masing-masing
proses juga perlu dilakukan dalam hal pemilihan proses.
DAFTAR PUSTAKA
Prayitno,
T.A. 2009. Teknologi Biokomposit.
Buku Ajar. Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan ,UGM. Yogyakarta.
Kumari, R., H. Ito, M. Takatani, M. Uchiyama, T.
Okamoto. 2007. Fundamental studies on wood/cellulose–plastic composites:
effects of composition and
cellulose dimension on the properties of cellulose/PP composite. J Wood Sci
53: 470-480.
Rowell, R.M. 2007. Challenges in
Biomass–Thermoplastic Composites. J Polym
Environ 15:229–235.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar