Oleh : Greitta K. D.
Jerami padi atau
rice straw merupakan salah satu
limbah organik yang dapat ditemukan di sawah maupun ladang dan berasal dari
pemanenan tanaman padi. Jerami padi pada dasarnya merupakan batang dan daun
kering tanaman padi yang telah masak panen. Limbah ini dapat berpotensi menjadi
pengganti maupun pendamping bahan baku lignoselulosa lainnya untuk
produk-produk yang melibatkan bahan baku berlignoselulosa seperti pulp dan
kertas, produk bioenergi dan produk komposit karena kandungan lignoselulosa
yang dimilikinya. Jerami padi memiliki kandungan selulosa 32,15%, hemiselulosa
28% dan lignin 19,64% berdasarkan berat keringnya (Shawky et al., 2011).
Sebagai
bahan baku produk-produk berlignoselulosa, jerami padi memiliki beberapa
kelebihan yaitu potensi ketersediaannya sangat tinggi, mudah diperoleh, belum
memiliki nilai ekonomi tinggi dan dapat mudah dibentuk menjadi partikel maupun
serat panjang. Potensi ketersediaan limbah jerami tergolong relatif tinggi di
Asia, termasuk Indonesia karena tanaman padi merupakan tanaman penghasil beras
yang merupakan makanan pokok masyarakat Asia. Di Jepang, limbah jerami padi
mencapai 9 juta ton per tahun (New Energy Foundation, 2011), sedangkan Indonesia
yang merupakan penghasil beras terbesar nomor 3 di dunia menghasilkan limbah
jerami 91,75 juta ton per tahun pada 27 provinsi (Makhrani, 2014). Di Blora,
potensi limbah jerami cukup tinggi. Hal tersebut didukung oleh luas panen
tanaman padi yang cukup tinggi yaitu mencapai 82.732 Ha pada tahun 2014 atau
setara dengan 45,4% luas total Kabupaten Blora (BPS, 2015). Jerami padi masih
belum memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia maupun di Asia karena sebanyak
70% limbah jerami padi hanya ditinggalkan maupun ditumpuk di sawah agar
terdegradasi alami (Makhrani, 2014) dan sebagian lainnya digunakan sebagai
bahan bakar pembuatan genteng dan batu bara melalui pembakaran langsung.
Padahal, limbah jerami padi yang lama terdegradasi dapat menyumbang efek rumah
kaca akibat emisi gas metan yang dihasilkan.
Jerami
padi memiliki tantangan yang harus dihadapi jika dilakukan pengolahan menjadi
produk industri dengan bahan dasar lignoselulosa yaitu tingginya kandungan
silika-abu dan ketersediaanya yang bersifat musiman. Jerami padi akan melimpah
ketika musim panen padi terjadi, namun ketika sawah maupun ladang tersebut
berada dalam masa tanam atau bahkan ditanami tanaman lain seperti jagung, maka
limbah jerami padi tidak tersedia. Oleh karena itu, pengaturan pengelolaan
limbah jerami memerlukan strategi input dan output agar keberlangsungan
produksi dapat terjaga. Dalam strategi tersebut, kegiatan input menuntut metode
penyimpanan terbaik yang dapat mempertahankan sifat jerami dalam waktu lama.
Pada peningkatan
nilai tambah menjadi produk bioenergi, saat ini berbagai macam teknologi pengolahan biomassa untuk energi dari
jerami padi telah dikembangkan. Pembakaran langsung, densifikasi menjadi pellet
maupun briket, gasifikasi, pirolisis, penguraian anaerob dan produksi bioetanol
merupakan teknologi-teknologi yang telah dikembangkan (Lim et al., 2012). Pada dasarnya, limbah jerami kurang efisien untuk
dijadikan sebagai bahan baku produk bioenergi. Hal itu karena kadar abu yang
cukup tinggi pada bahan baku (jerami padi) yaitu sebesar 11, 33% (Shawky et al., 2011) membuat nilai kalor yang
dihasilkan cenderung tidak tinggi (nilai kalor berbanding terbalik dengan kadar
abu). Penelitian pellet dengan menggunakan limbah jerami oleh Liu et al. (2013)
membuktikan pernyataan di atas dimana sifat fisik pellet dari jerami padi memenuhi
standar DIN 51731, sedangkan kadar abu dan nilai kalor tidak memenuhi standar
pada penelitian pendahuluan. Oleh karena itu, pada penelitiannya tersebut, Liu et al. (2013) melakukan pengkombinasian
jerami padi dengan Bambu Moso yang memiliki kandungan lignoselulosa tinggi dan
kadar abu yang rendah yaitu 1,3-2% untuk menurunkan kandungan abu serta meningkatkan
nilai kalor dan durabilitas pellet. Penggunaan rasio bambu : jerami padi ≥ 3:2
membuat kandungan abu yang dihasilkan oleh pellet turun hingga ≥ 63% menjadi ≤ 6% dan nilai kalor lebih
tinggi dari standar nilai kalor DIN 51731, yaitu ≥17.500 J/g. Perlakuan lain
seperti kombinasi pengoptimalan kadar air bahan (13-20%), panjang serat (10-20
mm) dan suhu proses pembentukan pellet (80°C) tidak dapat membuat nilai kalor
memenuhi standar DIN walaupun durabilitas, rendemen dan lower heating value pellet meningkat (Ishii dan Furuichi, 2014).
Hal tersebut disebabkan karena perlakuan di atas tidak mempengaruhi atau
merubah komposisi kimia bahan jerami padi.
Pada peningkatan nilai tambah untuk pulp dan kertas,
kekurang-efisienan penggunaan jerami padi sebagai bahan baku terjadi pada rendemen
pulp yang dihasilkan. Rendemen dari pulp dari jerami padi cenderung lebih
rendah dibanding beberapa limbah agikultur lain dan kayu Eucalyptus globulus karena jerami padi memiliki kandungan larut 1%
NaOH yang tinggi dan kandungan α
selulosa yang lebih rendah. Kandungan abu yang tinggi ternyata cenderung tidak
menjadi faktor pembatas krusial sifat produk yang dihasilkan layaknya produk
pellet walaupun dapat menyebabkan masalah selama refining dan tidak dapat didaur ulangnya larutan pemasak (reagen pulping). Walaupun cenderung menurun
rendemennya, namun kualitas kertas yang dihasilkan cenderung lebih baik karena
kandungan ekstraktif larut air panas dan ekstraktif larut etanol-benzen yang
rendah pada jerami padi membuat konsumsi reagen pulping dan kemungkinan timbulnya noda pada kertas yang dihasilkan
justru menurunkan. Perlakuan soda–anthraquinone pulping dari jerami padi
menghasilkan pulp dan kertas yang memiliki bilangan kappa, kecerahan dan
drainage index yang lebih baik dibanding pulp dan kertas dari proses Kraft kayu
oak holm dan ekaliptus (Rodriguez et al.,
2008). Upaya peningkatan rendemen pulp dan kertas dari jerami padi dilakukan
dengan peningkatan efisiensi proses melalui pemilihan jenis proses.
Pada peningkatan nilai tambah untuk papan komposit,
jerami padi sebagai bahan baku juga menghadapi tantangan karena kandungan abu
dan silika pada bahan cenderung menghalangi ikatan antara gugus hidroksil
lignoselulosa dengan perekat atau self
bonding antara partikel-partikel lignoselulosa Semakin besar kadar abu dan
silika dapat menyebabkan efek penghalangan semakin besar. Kurokochi dan Sato
(2015a) menunjukkan kadar abu dan silika pada bagian-bagian jerami padi ternyata
berbeda dan menyebabkan pengaruh yang berbeda terhadap kekuatan rekat papan binderless. Kandungan abu dan silika
yang lebih kecil pada bagian batang (stem)
dibanding bagian lainnya yaitu daun dan pelepah daun menghasilkan keteguhan
rekat internal papan dan ketahanan terhadap air yang cenderung lebih tinggi
dimana keteguhan rekat internal bernilai ±0,16 MPa, penyerapan air ±75%
dan pengembangan tebal ±10%. Dengan sifat-sifat tersebut, papan binderless
ini dapat digunakan sebagai base
particleboard yang dalam penggunaannya dapat dilapisi dengan vinir maupun
pelapis lainnya. Selain kadar silika dan abu, ternyata faktor pembatas krusial
di dalam bahan yang membatasi proses perekatan adalah trichomes dan wart-like
protuberances di epidermis jerami padi yang menghalangi self-bonding antara partikel, serta lapisan
lilin (wax) pada epidermis.
Dalam
upaya meningkatkan sifat papan yang mengarah pada peningkatan nilai tambah
jerami padi menjadi papan komposit, faktor pembatas kandungan abu dan silika
dapat dihilangkan menggunakan perlakuan steam
explosion (Han et al., 2010;
Kurokochi dan Sato, 2015b). Steam
explosion pada wheat straw dapat
meningkatkan fiber bundles dan
keterbasahan, serta menurunkan pH, kadar abu dan kadar silika di dalam bahan.
Penggunaan suhu 190°C selama 3 menit pada wheat
straw mampu menurunkan kadar abu sebesar ±70% dan kadar
silika sebesar ±80%
dari bahan baku, dengan penurunan sudut kontak sebesar ±16%
(Han et al., 2010). Selanjutnya, trichomes dan wart-like protuberances dapat dihilangkan melalui penggerinderan
halus, sedangkan lapisan lilin (wax) dapat dihilangkan melalui ekstrasi dengan
pelarut hexana.
Efek penghilangan trichomes dan wart-like protuberances mampu
meningkatkan sifat mekanika dan fisika secara signifikan, selanjutnya
penghilangan lapisan lilin dapat meningkatkan sifat kehalusan permukaan papan
yang dibuktikan dengan hasil SEM dan meningkatkan nilai keteguhan rekat
internal (Kurokochi dan Sato, 2015b).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa penambahan
nilai tambah pada bahan baku jerami padi pada prinsipnya memerlukan modifikasi
bahan untuk menghasilkan produk bioenergi, pulp dan kertas serta produk
komposit yang optimal akibat keunikan kandungan kimia dan struktur di lapisan
epidermis yang dimiliki. Oleh karena ke semua jenis produk membutuhkan
modifikasi bahan, maka pemilihan produk yang dikembangkan dalam rangka
peningkatan nilai tambah jerami padi sebaiknya dilakukan berdasarkan analisis
biaya dan keefektifan-keefisiensian proses.
DAFTAR
PUSTAKA
BPS.
2015. Luas panen dan produksi padi sawah dan padi lading tahun 2014. Diakses
pada laman.
https://blorakab.bps.go.id/statictable/2015/11/18/78/banyaknya-luas-panen-dan-produksi-padi-sawah-dan-padi-ladang-tahun-2014.html pada tanggal 19 Desember 2017.
Han, G., J.
Deng, S. Zhang, P. Bicho, dan Q. Wu. 2010. Effect of steam explosion treatment
on characteristics of wheat straw. Industrial
Crops and Products 31: 28–33.
Ishii, K. dan T.
Furuichi. 2014. Influence of moisture content, particle size and forming temperature
on productivity and quality of rice straw pellets. Waste Management 34: 2621–2626.
Kurokochi, Y.
dan M. Sato. 2015a. Properties of binderless board made from rice straw: The
morphological effect of particles. Industrial
Crops and Products 69: 55–59.
Kurokochi, Y.
dan M. Sato. 2015b. Effect of surface structure, wax and silica on the
properties ofbinderless board made from rice straw. Industrial Crops and Products 77: 949–953.
Lim, J.S.,
Manan, Z.A., Wan Alwi, S.R., Hashim, H., 2012. A review on utilization of
biomass from rice industry as a source of renewable energy. Renew. Sustain. Energy Rev. 16,
3084–3094.
Liu, Z., X. Liu,
B. Fei, Z. Jiang, Z.Cai, dan Y. Yu. 2013. The properties of pellets from mixing
bamboo and rice straw. Renewable Energy
55: 1-5.
Makhrani. 2014. Potential analysis of rice straw as an
alternative energy source for substitute coal in Indonesia. Applied Mechanics and Materials 554:276-280.
New Energy
Foundation. 2011. Japanese projects for bioethanol production from rice straw.
Diakses dari http://www.asiabiomass.jp/english/topics/1101_02.html.
Rodrıguez,
A., A. Moral, L. Serrano, J. Labidi, dan
L. Jimenez. 2008. Rice straw pulp obtained by using various methods. BioResources Technology, 99: 2881-2886.
Shawky, B.T.,
M.G. Mahmoud, E.A. Ghazy, M.M.S. Asker, dan G.S. Ibrahim. 2011. Enzymatic
hydrolysis of rice straw and corn stalks for monosugars production. Journal
of Genetic Engineering and Biotechnology 9: 59–63.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar